Kisah dan pembahasan sejarah memiliki urgensi tersendiri dalam bidang tarbiyah.
Namun yang menjadi perhatian kita sekarang bukan bagaimana kisah itu
disampaikan, tapi bagaimana mengenali metode tarbiyah Al Quran, yang
menjadi tujuan utama ditampilkannya kisah dalam Al Quran.
Al Quran memiliki konsep detail tentang metode tarbiyah, yang kami ringkas dalam beberapa poin berikut ini :
Pertama, Al Quran tidak memaparkann kisah kecuali ketika kisah itu
memiliki tujuan yang sama dengan apa yang dimiliki oleh Al Quran, agar
kisah itu memiliki kaitan yang kuat dengan kontek yang mengharuskan
kisah itu dimunculkan, sehingga kisah menunjukkan urgensi dan membawa
kepada gerak dan hidup dinamis.
Karena itu kisah dalam Al Quran itu tidak muncul begitu saja dengan
paparan kejadian historis, hanya menceritakan kronologi peristiwa
belaka, jika yang terjadi seperti itu maka kisah itu akan menjauhkan
pembaca kisah dari kontek dan tujuan kisah itu dimunculkan.
Misalnya saja kita membaca kisah Ashabul kahfi :
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ
إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى (13)
وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ
قُلْنَا إِذًا شَطَطًا (14)
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita Ini dengan benar.
Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan
mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan kami meneguhkan
hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami
adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru
Tuhan selain Dia, Sesungguhnya kami kalau demikian Telah mengucapkan
perkataan yang amat jauh dari kebenaran". (QS. Al Kahfi : 13-14)
Kita lihat ayat ini mulai kisahnya dengan mendeskripsikan ashabul
kahfi sbagai kelompok anak muda yang mengisolasi diri mereka dari kaum
mereka yang kafir, lalu mereka beriman kepada Allah yang Maha Esa,
karena keimanan inilah mereka menjauhi kaum mereka dan berpindah ke
puncak gunung yang tinggi dan dalam gua. Siapakah mereka ini, pada masa
siapakah mereka hdup, berapa jumlah anak-anak muda itu, siapakah
nama-nama mereka ??
Cerita sejarah akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas,
namun jika kisah Al Quran menyentuh seluruh sisi cerita seperti buku
sejarah, maka kisah itu akan jauh dari tujuan Al Quran, bisa jadi
pikiran pembaca akan terpokus paada kronologis sejarah dan terbawa dalam
mendalaminya, sehingga lalai dari pelajaran dan nasehat yang menjadi
tujuan inti dari kisah Al Quran.
Inilah rahasianya, mengapa Al Quran memaparkan kisah-kisahnya hanya
sepotong-sepotong saja, rahasai tersembunyi yang hanya diketahui oleh
orang-orang yang merasakan kebutuhan akan kisah Al Quran yang dijelaskan
dengan detail dan lengkap, dimana kebutuhann ini tidak muncul kecuali
karena sifat kebanyakan manusia yang selalu ingin tahu dan ingin kisah
yang panjang. Kalau keinginan ini dipenuhi, maka pikiran mereka lupa
pada asal mula kisah dipaparkan dalam Al Quran sebagai sumber hidayah
dan tema-tema yang berkaitan dengan hidayah.
Namun ini bukan berarti kisah-kisah yang ada dalam Al Quran miskin
sentuhan seni dan hanya potongan kisah yang tidak bermakna. Justru
kish-kisah dalam Al Quran kaya akan sentuhan seni yang sempurna, yang
berdiri diatas konsep sastra yang sepi dari kekurangan maupun cela.
Bahkan sisi sastra dalam kisah Al Quran aadalah di antara mukjizat yang
paling menonjol dalam Al Quran.
Tidaklah termasuk dalam syarat baik dan bernilainya sebuah kisah,
lengkapnya peristiwa yang dipaparkan, tapi itu tergantung kebutuhan
dimana kisah dipaparkan, apabila yang dimaksud adalah untuk mengambil
pelajaran, maka dari sisi tarbiyah yang harus dilakukan adalah fokus
pada satu sisi cerita, bukan pada keseluruhan sisi cerita sehingga
membuat kabur dan jauh dari tujuan kisah itu dipaparkan.
Kedua, menyelipkan nasehat dan pelajaran di tengah cerita.
Konsep tarbiyah yang di terapkan disini bertujuan agar si pembaca
kisah tidak menjadi larut dalam bacaannya, menjadi fokus pada cerita
dengan seluruh pikiran, setelah lama ia tenggelam kemudian hilanglah
pesan utama kisah itu. Inilah ganjalan yang terjadi dalam memfungsikan
cerita sebagai sarana pendidikan dan perbaikan moral, karena secara
perlahan pembaca akan terjjauhkan dari pesan utama kisah, karena
tenggelam dalam detail kronologi dan jalannya kisah, yang memberikan
pengaruh besar pada diri si pembaca.
Apabila seorang murabbi maupu menagatasi ganjalan ini, maka ia akan
menggunakan gaya bahsa kisah yang bijak, yang tidak menjauhkan pembaca
dari makna tarbiyah yang terkandung di dalamnya, kisah pun menjadi
sarana paling efektif dalam pendidikan, dan inilah konsep Al Quran dalam
memaparkan kisah-kisahnya.
Allah kisahkan kepada kita tentang Nabi Musa dan Harun dalam Al Quran
surat Thaha, ketika pembaca tenggelam dalam sub-sub cerita, dan
pendengar lalai dari pesan utama dalam cerita, dengan merenungi seluruh
cerita dan yang aneh di alamnya, tiba-tiba si pembaca dikagetkan dengan
gaya bahasa yang indah di tengah cerita, mengingatkan pendengar kepada
pelajara, nasehat dan petunujuk yang menjadi tujuan utama bagi
dipaparkannya cerita. Ketika bahasa indah yang mennyela itu memiliki
pengaruh yang nyata, maka kisah itu pun mleanjutkan kembali kisahnya
dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.
Marilah kita renungkan lagi salah satu kisah yang dipaparkan oleh Al Quran, kisah tentang Nabi Musa dan Harun As.
قَالَ فَمَنْ رَبُّكُمَا يَا مُوسَى (49) قَالَ
رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى (50) قَالَ
فَمَا بَالُ الْقُرُونِ الْأُولَى (51) قَالَ عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي
كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنْسَى (52)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ
الْأَرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا وَأَنْزَلَ مِنَ
السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّى (53)
كُلُوا وَارْعَوْا أَنْعَامَكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِأُولِي
النُّهَى (54) مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا
نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى (55) وَلَقَدْ أَرَيْنَاهُ آَيَاتِنَا
كُلَّهَا فَكَذَّبَ وَأَبَى (56)
“Berkata Fir'aun: "Maka siapakah Tuhanmu berdua, Hai Musa? Musa
berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang Telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, Kemudian memberinya petunjuk.
Berkata Fir'aun: "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?" Musa
menjawab: "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah
kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa; Yang Telah
menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah menjadikan bagimu
di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka
kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan
yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) Itulah kami
menjadikan kamu dan kepadanya kami akan mengembalikan kamu dan
daripadanya kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain, Dan
Sesungguhnya kami Telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-tanda
kekuasaan kami semuanya Maka ia mendustakan dan enggan (menerima
kebenaran).” (QS. Thaha : 49-56)
Perhatikan bagaimana Al Quran memotong kisahnya, agar terlihat dengan
cerdas dan bijak masalah penting dibalik berpindahnya dialog antara
firaun dan Nabi Musa, kepada dialog Allah dengan hamba-Nya, yang
memperlihatkan nikmatnya yang besar dan peringatan akan balasan buruk
atas keburukan, juga betapa keras dann dahsyatnya siksa Allah, sehingga
kisah ini sarat dengan nuansa hidayah dan petunjuk, kemudian pendengar
dialihkan kembali setelah itu, kepada tujuan besar kisah itu dipaparkan
paada awalnya, hal itu kita lihat dari firman-Nya :
وَلَقَدْ أَرَيْنَاهُ آَيَاتِنَا كُلَّهَا فَكَذَّبَ وَأَبَى
“Dan Sesungguhnya kami Telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun)
tanda-tanda kekuasaan kami semuanya Maka ia mendustakan dan enggan
(menerima kebenaran).” (QS. Thaha : 56)
Renungkan konsep tarbiyah seperti ini juga dalam kisah Ashabul Kahfi,
bagaimana Al Quran dengan gaya bahasa tarbiyahnya yang penuh mukjizat
pada awal kisah, dengan menyuratkan pelajaran sekilas yang mampu
menggugah hati dari kelalaian, lalu Al Quran selipkan nasehat dengan
gaya bahasa yang indah dan menarik, lalu setelah itu kembali kepada
jalannya kisah.
Allah swt berfirman :
سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ
وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ
وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ
بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ
إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا (22)
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا (23) إِلَّا أَنْ
يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ
يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا (24) وَلَبِثُوا فِي
كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِئَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا (25)
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga
orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan:
"(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya",
sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi)
mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah
anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak
ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu
janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali
pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka
(pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka. Dan jangan
sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya Aku akan
mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah".
dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah:
"Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat
kebenarannya dari pada ini". Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga
ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (QS. Al Kahfi : 22-25)
Kita baca surat Yusuf as yang mengkisahkan yusuf bersama
saudara-saudaranya serta pembesar Mesir, sebuah kisah yang panjang, yang
disusun untuk mengukuhkan kebenaran Al Quran sebagai firman Allah dan
Rasulullah saw tidak berperan dalam penysusunannya, kita melihat banyak
ayat yang memotong kisah-kisah itu, agar pembaca selalu sadar kembali
pada pelajaran dan nasehat yang aada di dalam kisah, setelah ia
tenggelam dalam lautan kisah yang mengasyikkan dan melenakan, lihat
firman Allah swt ;
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ
الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (39) مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا
أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآَبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا
تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (40)
“ Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang
bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu
tidak menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah) nama-nama
yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan
suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah
kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah
selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (QS. Yusuf : 39-40)
Lihatlah kembali firman Allah swt :
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي
حَفِيظٌ عَلِيمٌ (55) وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ
يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ
وَلَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (56) وَلَأَجْرُ الْآَخِرَةِ خَيْرٌ
لِلَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (57) وَجَاءَ إِخْوَةُ يُوسُفَ
فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ (58)
“Berkata Yusuf: "Jadikanlah Aku bendaharawan negara (Mesir);
Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
Dan Demikianlah kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir;
(Dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir
itu. kami melimpahkan rahmat kami kepada siapa yang kami kehendaki dan
kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan
Sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang
beriman dan selalu bertakwa. Dan Saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir}
lalu mereka masuk ke (tempat) nya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedang
mereka tidak kenal (lagi) kepadanya.” .(QS. Yusuf : 55-58)
Sesungguhnya bahasa cerita yang dibalut dengan ruh ibrah dan
mauidhah, dan diwarnai oleh kata-kata dan ungkapan petunjuk dari
pengkisah kepada pendengar maupun pembaca, tanpa merusak, merancukan dan
menghilangkan nilai seni kisah tersebut adalah metode tarbiyah yang
berhasil, yang tidak kita dapatkan kecuali dalam kitab Allah swt.
Betapa banyak kita lihat kisah-kisah yang dibalut dengan bahasa
pendidikan dan arahan, disebarkan kpada kebanyakan manusia dengan bahasa
pengajaran dan penyadaran, namun seringkali kisah ini tidak memberikan
hasil yang menggembirakan, karena pesan kisah dengan kronologi
peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya mengalahkan makna ibrah dan
arahan yang imaksud, para pembaca dan pendengar lebih bisa menikmati
kronologi cerita dan peristiwa yang ada dalam kisah dan melalaikan ibrah
ataupun intisari dari cerita.
Namun perlu kita ketahui, model pendidikan seperti ini tidak hanya
kita lihat dalam kisah Al Quran saja, namun juga tema-tema lain yang
disentuhh oleh Al Quran, Al Quran tidak akan membuat pembaca tenggelam
dalam satu tema bahasan baikk itu hukum fiqh, aqidah, berita tentang
yang ghaib, ataupun cerita tentang gambaran hari kiamat. Semua tema
bahasan ini diredaksikan dengan bahasa arahan dan petunjuk, dan maksud
Al Quran diturunkan akan menjadi nyata dan jelas dalam setiap tema
bahasan tersebut, agar hati kita tidak lalai dari tujuan utama ini
sekalipunn kita telah terbawa ke dalam pembahasan detail tema-tema yang
kita lakukan.
Perhatikanlah firman Allah swt :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ
الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ
عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ
الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(185) وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ
الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي
لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (186) أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ
الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ
“Maka barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,
Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu.” (QS. Al Baqarah : 185-187)
Kita melihat dalam ayat ini, bagaimana Allah swt menyelipkan ayat ini
di antara ayat puasa dan hukum-hukum yang terkait dengannya, untuk
mengikat hati manusia kepada inti ibadah kepada Allah, dan kepada
prinsip dasar yang menjadi pokok dari cabang hukum-hukum detail yang
bernaung di bawahnya.
Kita melihat juga dalam surat An Nisa, hukum washiyat, nikah,
warisann dan lainnya ayat mauidhah dan isrsyad akan selalu terselipkan
di dalamnya, bahkan gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa
nasehat, bukan gaya bahasa ilmiah yang kaku.
Adalah sangat ironi, ketika kita menyaksikan sebagian para penggagas
ilmu tarbiyah yang berwawasan luas, melupakan konsep tarbiyah Al Quran
ini yang seharusnya mereka ketahui, kalau memang mereka termasuk
orang-orang yang memilki peran besar dalam mengarahkan dan mengembangkan
wawasan masayrakatnya, bahkan mereka malah sibuk melakukan kritik
terhadap konsep tarbiyah Al Quran iini, dengan mengatakan : “Mengapa
pembahasan Al Quran sangat rancu, tidak terstruktur dengan baik dalam
pasal dan bab seperti buku-buku dan karangan yang lain ?”
Kita bertanya : “Apakah pengaruh tarbiyah dan nasehat yang kami
bicarakan akan ada, seandainya kitab Al Quran ini tersusun seperti yang
kalian inginkan, ada bab aqidah dengan dalil-dalilnya, ada bab hukum dan
muamalat, ada bab kisah dan sejarah dan begitu seterusnya....?”
Setiap orang yang mendatangi Al Qurann dengan hanya memfokuskan pada
bab hukum saja misalnya, maka ia akan lupa kepada Al Quran dan tujuan
besarnya, kecuali pemabahasan hukum yang kering kerontang yang
mengenyangkan pemahaman akal pemikiran semata, sebagaiman yang dilakukan
oleh para ahli fiqqih, ketika mereka membahas masalah gadai misalnya,
maka mereka akan lupakan Allah dan juga tujuan besar dibalik ilmu fiqih
tersebut, bisa jadi para ahli fiqih itu jauh dari Allah pada saat itu,
melebihi jauhnya orang-orang yang berdzikir di tengah keramaian pasar
dan sentra bisnis.
Orang-orang yang mendatangi Al Quran dari sisi kisah dan sejarahnya,
maka ia akan melupakan Al Quran, dirinnya dan tanggung jawabnya, karena
ia telah tersedot perhatiannya pada bacaan dan yang ia dengar, yang
berisi kronologi peristiwa dan kejadian-kejadian yang asing, dan
tenggelam di dalamnya.
Al Quran dengan kissah, hukum, aqidah dan pembahasan-pembahasan
lainnya tidaklah diturunkan kecuali karena satu tujuan, yakni agar
manusia menjadi hamba Allah swt, dengan ketaatann maupun usaha,
sebagaimana Allah ciptakan manusia dengan kekuasaan dan hak
prerogratifnya. Tujuan besar ini tidak akan tercapai kecuali jika
pembahasan-pembahasan di atas saling berkaitan dan saling melengkapi,
dalam kendali semangat nasehat dan arahan.
Kalau kita renungkan lebih dalam, musibah ilmu pengetahuan dan segala
wawasan yang diterima oleh anak kita di bangku sekolah mereka, ilmu dan
wawasan mereka tidak membawa mereka kepada ketinggian dan kemuliaan
pendidikan, sekalipun tujuan pertama dari pengembangan ilmu dan wawasan
pengetahuan itu adalah demi pendidikan.
Tidak ada solusi yang mampu memecahkan masalah ini, selain dengan
mengkoreksi penyusunan aneka ilmu pengetahuan dan wawasan itu, dan
dituilis ulang dengan konsep Quraniy sebagaiamana yang telah kami
paparkan di muka, sehingga ada semangat pendidikan dan perbaikan akhlak
di dalamnya. Dengan konsep seperti ini maka ilmu pengetahuan dan wawasan
keilmuan semuanya bersatu dan bertemu dalam tujuan pokok pendidikan
yang menjadi tujuan awal dari pengajaran ilmu pengetahuan dan wawasan
itu sendiri.