Jumat, 25 Mei 2012

MENCINTAI HABIB

Kata Habib secara bahasa merupakan wazan fa’il dengan makna muhibbun artinya orang yang mencintai, dan bisa juga mahbubun yang berarti orang yang dicintai. Di Indonesia, kata Habib ini digunakan untuk panggilan kepada itroturrasul saw atau anak cucu keturunan Rasulullah saw. Tersebut dalam Kitab Syarah ‘Uqudullujjain fi bayani huquqizzaujain, karya Syeikh Annawawiy AlBantani, sebagai berikut :
Menurut istilah sebagian orang, bahwa anak cucu Rasulullah saw apabila laki-laki disebut Habib, dan jika wanita disebut Habbabah. Sedangkan istilah kebanyakan orang adalah Sayyid dan Sayyidah.
Sudah barang tentu leluhur para Habaib datang ke berbagai penjuru dunia, termasuk juga ke Indonesia, adalah untuk nasyrud da’wah, menyiarkan dakwah. Hal tersebut dapat diketahui dari tarikh masuknya Islam ke berbagai negara di dunia ini, bukan hanya Indonesia.
Habaib yang berada di Indonesia ini, terutama yang kami ketahui di Jabodetabek dan tanah jawa, tiap pribadi mereka mempunyai silsilah keturunan dari : Sayyidina Alfaqihul Muqaddam ra., dari Sayyidina Ahmad Almuhajir ra., dari Sayyidina Ja’far Asshadiq ra., dari Sayyidina Muhammad Al-Baqir ra., dari Sayyidina Ali Zainal ’Abidin ra., dari Sayyidinal Husain ra. dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karromallahu wajhahu dan Sayyidatina Fathimatuzzhra ra., dari junjungan kita Rasulullah saw.
Dewasa ini, para Habaib di Indonesia sudah menjadi warga negara Republik Indonesia, karena mereka telah turun-temurun tinggal di tanah air. Dan mereka juga telah membaur dengan kebudayaan setempat.
Karena demikian membaurnya, terkadang tidak jarang identitas mereka sebagai keturunan Rasulullah saw tidak dikenal khalayak umum lagi. Hal ini terjadi karena sifat tawadhu yang ada pada dzurriyaturrasul saw ini yang tidak mau menonjolkan dirinya dan tidak mau mencari ketenaran yang tidak diperlukan oleh agama.
Selain kata Habib, ada istilah lainnya yang biasa digunakan untuk panggilan kepada anak cucu Rasulullah saw ini. Misalnya kata Sayyid, Sayyidah, Syarief, dan Syarifah. Bahkan ada panggilan keakraban yang ambil dari penggalan kata tersebut, seperti Ayip yang disingkat dari Syarief. Atau Ipah dari kata Syarifah. Atau di Tb dari Tubagus yang diambil dari kata Thoyyib yang berarti baik. Istilah Tb ini biasanya untuk anak cucu keturunan Sulthan Hasanuddin Banten yang juga merupakan keturunan Rasululllah saw.
Alasan mencintai Habaib
Untuk lebih mencintai para Habaib ini, mari kita menelaah firman Allah swt. dalam suratus Syuraa ayat 23, sebagai berikut :
Katakanlah olehmu. Aku tidak minta upah kepadamu dalam menyampaikan risalah ini. Hanya kecintaan kepada kaum kerabatku.
Keterangannya termaktub dalam Tafsirul Munir li ma’alimit tanzil, karya Syekh Nawawi Al bantani, juz ke Il halaman 269, sebagai berikut:
Katakanlah olehmu : Aku tidak minta kepadamu upah karenanya, kecuali cinta terhadap para keluarga.
Artinya . Katakanlah olehmu wahai semulia-mulia makhluk, kepada ahli Makkah Aku tidak minta kepadamu upah sekali-kali atas menyampaikan khabar gembira dan ancaman, tetapi minta kepadamu kecintaan yang menetap pada ahli kerabat. Dan menyintai keluarga Nabi Muhammad itu wajib. Telah berkata Imam Syafi’i ra. Wahai pengendara, berhentilah engkau di tempat melontar Jamroh di Mina.
Dan teriakkanlah terhadap orang yang mendiami masjid Khaif dan yang bangkit daripadanya diwaktu dinihari bila melirnpah Jama’ah Haji ke Mina, laksana limpahan air tawar yang melimpah. Jika yang disebut haluan Rafidhi itu, cinta kepada keluarga Nabi Muhammad. Maka hendaklah jin dan manusia menyaksikan, sesungguhnya aku ini Rafidhi.
Rafidhi adalah satu kelompok daripada Ash-habussyi’ah.
Tersebut pula, dalam Taajuttafsir li kalaami MalikiI Kabir, karya Sayyid Muhammad Utsman Almirghani juz II, Katakanlah terhadap mereka wahai Nabi yang Mulia. Aku tidak meminta kepadamu, (aku tidak menuntut kepadamu, karena menyampaikan risalah dan keikhlasanku sebagai petunjukku bagimu), akan upah (manfaat daripadamu) kecuali kecintaan (ada dibaca mawaddatan) pada para kerabat (Dan bahwasannya kamu sayangi dan cintai kerabatku karena aku).
Dan tatkala turun ayat ini, Beliau ditanya orang : “Ya Rasulullah, siapakah kerabat Tuanku?” Beliau menjawab :”Ali, Fathimah dan anak keduanya.”
Ahlu bait mempunyai keutamaan, di mana selayaknya kita memuliakan mereka. Yang dikehendaki ahli bait di sini adalah mereka yang diharamkan menerima shadaqah wajib. Dan mereka itu menurut Imam kita Syafi’i ra. adalah orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
Perhatikanlah firman Allah swt pada suratul Ahzaab ayat 33, sebagai berikut:
Hanyasanya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu wahai ahli bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. dari Abi Bakr Ash-shiddiq ra. yang mauquf atasnya:
Indahkanlah Nabi Muhammad saw dalam ahli rumahnya. (HR. Albukhari).
Menurut An Nawawi dalam Riyadlush Shalihin :
Makna Indahkanlah adalah peliharalah, hormatilah, dan muliakanlah dia.
Mengenai apakah Habib itu diharamkan masuk neraka, dan pasti masuk surga adalah suatu hal yang amat wajar.
Menurut apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw.:
Karena sesungguhnya Allah mengharamkan neraka atas orang yang mengucapkan Laailaha illallah, yang dikehendakinya dengan kata-kata itu adalah ridhanya Allah swt.
Seorang Habib, adalah anggota keluarga Rasulullah saw. yang patuh dan mengikuti perilaku Rasulullah saw. Menjalankan perintah, menjauhi larangan, melazimkan sunnah, memberikan contoh-contoh yang baik sesuai dengan agama Allah, ikhlas, zuhud, wara’ dan Tawakkal, sesuai dengan janji Allah bahwa mereka inilah penghuni-penghuni surga dan jauh dari api neraka. Seorang yang dianggap keluarga Rasulullah saw. adalah mereka yang Taqwa.
Terbukti Abu Lahab, karena dia tidak beriman, penghalang besar atas perjuangan Rasulullah saw, walaupun paman beliau sendiri, tetapi bukanlah keluarga dan bukanlah Habib.
Perhatikanlah firman Allah swt. dalam Surat Hud ayat 45 – 46, sebagai berikut :
Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata :”Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah yang paling adil di antara semua Hakim”. Allah berfirman : “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya merupakan perbuatan yang tidak baik.”

Jumat, 06 April 2012

keajaiban ANGKA dalam AL QURAN

Al Quran memang sebuah kitab suci yang luar biasa, Kitab Suci yang benar diciptakan oleh Tuhan yang telah menciptakan alam semesta ini, kebenarannya sudah terbukti dari dulu. Salah satu bukti kebenarannya dari sekian banyak bukti kebenaran, yakni keajaiban angka yang terdapat didalam Al Qur’an, tidak percaya? , baca sebuah artikel yang saya tulis dari harian replubika ini….
Proses awal penyusunan Al Qur’an menjadi sebuah  kitab dilakukan pada masa Khalifah Usman RA. Ayat-ayat pada lembaran-lembaran kulit, pelepah daun kurma, tulang, batu tipis, dan lainnya. Kumpulan ayat-ayat ini kemudian dikenal mushaf pertama yang dibukukan. Khalifah Usman  dan sahabatnya hanya membuat lima mushaf Al Qur’an, tidak lebih. Mengapa hanya lima mushaf?

Iskandar AG Soemabrata dalam buku Pesan-Pesan Numerik Al Qur’an terbitan Republika mempunyai alasan tersendiri. Menurut dia, bilangan 5 diambil karena Rasulullah menerima wahyu pertama berupa lima ayat di Gua Hira. Alasan kedua, karena ada lima surat tertentu dalam Al Qur’an yang penjumlahan nomor surat menghasilkan jumlah 114, atau jumlah dari seluruh surat dalam Al Qur’an. Kelima surat itu adalah Al Hijr, Az Zumar, Al Ma’arij, Al Ghaasyiyah, dan Al Maa’uun.
Nama Surat
Nomor Surat
Jumlah Ayat
Nomor Surat ditambah jumlah ayat
Al Hijr Az Zumaar
Al Ma’aarij
Al Ghasyiyah
Al Maa’uun
15
39
70
88
107
99
75
44
26
7
15 + 99 = 114
39 + 75 = 114
70 + 44 = 114
88 + 26 = 114
107 + 7 = 114
Berdasarkan riset  yang dilakukannya sejak tahun 1983, sangat banyak ditemui pesan-pesan numeric dalam Al Qur’an. Hal ini tidak mengherankannya, karena dalam Al Qur’an surat Al Qomar (54) ayat 49  Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”.
Angka-angka, kata dia adalah simbolisasi dari ukuran itu.”Artinya, Al Qur’an memang mengajarkan pada kita untuk selalu belajar dan berkembang”, ujarnya. Ia lalu menyebut surat Al Kahfi (4/10) ayat 25. Dalam surat pertama disebut: Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun lagi. “Mengapa tidak disebut mereka tinggal dalam gua selama 309 tahun? Artinya Allah  mengajarkan kita  untuk berhitung”, ujarnya.
Pakar tafsir Prof. Dr. Nasaruddin Umar juga mengungkapkan, Al Qur’an memiliki kehebatan yang amat luar biasa terutama dalam rumus-rumus angka yang sangat ketat. Nasaruddin mengutip pernyataan Roger Berque, pakar Islam asal Perancis. Dalam bukunya De La Qoran, Roger Berque menyatakan kalau Al Qur’an ditulis  15 baris perhalaman, maka komposisinya akan sama secara simetris. Kalau dipojok kanan atas tertulis kata Allah, maka dipojok kiri bawah akan tertulis pula kata Allah.”Begitu sebaliknya, jika ditengah-tengah halaman itu tertulis sebuah huruf, maka akan muncul huruf yang sama ditengah-tengah halaman selanjutnya”, Ujarnya.
Nazarudin juga mengutip pernyataan Dr. Rashad Khalifa, pakar Islam warga Amerika Serikat keturunan Mesir, kehebatan Al Qur’an bisa dilihat dari angka 19. Ia kemudian menulis rumus 19 yang dapat membagi semua huruf yang ada di Al Qur’an. Angka 19 ini, kata Nasaruddin, bisa dilihat dalam surat Al Muzammil yang terdapat ayat yang berbunyi: alaihi tis-’ata asyar artinya diatasnya ada 19.
“Menurutnya Khalifa, semua huruf Al Qur’an itu bisa dibagi 19. kata alif lam mim sebagai awal surat Al Baqarah bisa dibagi 19. begitu juga jumlah huruf alif, lam, dan mim yang ada pada surat Al Baqarah jika dijumlahkan maka bisa dibagi 19. Ini benar-benar mukjizat Al Qur’an”, tandas Prof Nasaruddin.
Apa dibalik pesan-pesan numeric Al Qur’an itu? Menurut  Iskandar, semua itu membuktikan bahwa Al Qur’an bukan karangan Muhammad SAW. Al Qur’an adalah  penuh mukjizat dan merupakan wahyu dari yang maha kuasa.
Selain itu Al Qur’an juga mengajarkan umat Muhammad  untuk terus berfikir, karena Al Qur’an sendiri sarat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia menyitir Al Qur’an  surat Luqman ayat 27: “Dan seandainya pohon-pohon dibumi menjadi pena dan laut menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh laut sesudah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana”.
“Ayat itu adalah tantangan, kita dituntut untuk terus mengungkapkan kebesaran Al Qur’an”, ujarnya. Disisi lain, kita akan menjadi semakin tunduk dan dekat dengan Allah pencipta alam raya ini.

KONSEP TARBIYAH AKHLAK DALAM AL QURAN

Kisah dan pembahasan sejarah memiliki urgensi tersendiri dalam bidang tarbiyah.
Namun yang menjadi perhatian kita sekarang bukan bagaimana kisah itu disampaikan, tapi bagaimana mengenali metode tarbiyah Al Quran, yang menjadi tujuan utama ditampilkannya kisah dalam Al Quran.
Al Quran memiliki konsep detail tentang metode tarbiyah, yang kami ringkas dalam beberapa poin berikut ini :
Pertama, Al Quran tidak memaparkann kisah kecuali ketika kisah itu memiliki tujuan yang sama dengan apa yang dimiliki oleh Al Quran, agar kisah itu memiliki kaitan yang kuat dengan kontek yang mengharuskan kisah itu dimunculkan, sehingga kisah menunjukkan urgensi dan membawa kepada gerak dan hidup dinamis.
Karena itu kisah dalam Al Quran itu tidak muncul begitu saja dengan paparan kejadian historis, hanya menceritakan kronologi peristiwa belaka, jika yang terjadi seperti itu maka kisah itu akan menjauhkan pembaca kisah dari kontek dan tujuan kisah itu dimunculkan.
Misalnya saja kita membaca kisah Ashabul kahfi :
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى (13) وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا (14)
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita Ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya kami kalau demikian Telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran". (QS. Al Kahfi : 13-14)
Kita lihat ayat ini mulai kisahnya dengan mendeskripsikan ashabul kahfi sbagai kelompok anak muda yang mengisolasi diri mereka dari kaum mereka yang kafir, lalu mereka beriman kepada Allah yang Maha Esa, karena keimanan inilah mereka menjauhi kaum mereka dan berpindah ke puncak gunung yang tinggi dan dalam gua. Siapakah mereka ini, pada masa siapakah mereka hdup, berapa jumlah anak-anak muda itu, siapakah nama-nama mereka ??
Cerita sejarah akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, namun jika kisah Al Quran menyentuh seluruh sisi cerita seperti buku sejarah, maka kisah itu akan jauh dari tujuan Al Quran, bisa jadi pikiran pembaca akan terpokus paada kronologis sejarah dan terbawa dalam mendalaminya, sehingga lalai dari pelajaran dan nasehat yang menjadi tujuan inti dari kisah Al Quran.
Inilah rahasianya, mengapa Al Quran memaparkan kisah-kisahnya hanya sepotong-sepotong saja, rahasai tersembunyi yang hanya diketahui oleh orang-orang yang merasakan kebutuhan akan kisah Al Quran yang dijelaskan dengan detail dan lengkap, dimana kebutuhann ini tidak muncul kecuali karena sifat kebanyakan manusia yang selalu ingin tahu dan ingin kisah yang panjang. Kalau keinginan ini dipenuhi, maka pikiran mereka lupa pada asal mula kisah dipaparkan dalam Al Quran sebagai sumber hidayah dan tema-tema yang berkaitan dengan hidayah.
Namun ini bukan berarti kisah-kisah yang ada dalam Al Quran miskin sentuhan seni dan hanya potongan kisah yang tidak bermakna. Justru kish-kisah dalam Al Quran kaya akan sentuhan seni yang sempurna, yang berdiri diatas konsep sastra yang sepi dari kekurangan maupun cela. Bahkan sisi sastra dalam kisah Al Quran aadalah di antara mukjizat yang paling menonjol dalam Al Quran.

Tidaklah termasuk dalam syarat baik dan bernilainya sebuah kisah, lengkapnya peristiwa yang dipaparkan, tapi itu tergantung kebutuhan dimana kisah dipaparkan, apabila yang dimaksud adalah untuk mengambil pelajaran, maka dari sisi tarbiyah yang harus dilakukan adalah fokus pada satu sisi cerita, bukan pada keseluruhan sisi cerita sehingga membuat kabur dan jauh dari tujuan kisah itu dipaparkan.
Kedua, menyelipkan nasehat dan pelajaran di tengah cerita.
Konsep tarbiyah yang di terapkan disini bertujuan agar si pembaca kisah tidak menjadi larut dalam bacaannya, menjadi fokus pada cerita dengan seluruh pikiran, setelah lama ia tenggelam kemudian hilanglah pesan utama kisah itu. Inilah ganjalan yang terjadi dalam memfungsikan cerita sebagai sarana pendidikan dan perbaikan moral, karena secara perlahan pembaca akan terjjauhkan dari pesan utama kisah, karena tenggelam dalam detail kronologi dan jalannya kisah, yang memberikan pengaruh besar pada diri si pembaca.
Apabila seorang murabbi maupu menagatasi ganjalan ini, maka ia akan menggunakan gaya bahsa kisah yang bijak, yang tidak menjauhkan pembaca dari makna tarbiyah yang terkandung di dalamnya, kisah pun menjadi sarana paling efektif dalam pendidikan, dan inilah konsep Al Quran dalam memaparkan kisah-kisahnya.
Allah kisahkan kepada kita tentang Nabi Musa dan Harun dalam Al Quran surat Thaha, ketika pembaca tenggelam dalam sub-sub cerita, dan pendengar lalai dari pesan utama dalam cerita, dengan merenungi seluruh cerita dan yang aneh di alamnya, tiba-tiba si pembaca dikagetkan dengan gaya bahasa yang indah di tengah cerita, mengingatkan pendengar kepada pelajara, nasehat dan petunujuk yang menjadi tujuan utama bagi dipaparkannya cerita. Ketika bahasa indah yang mennyela itu memiliki pengaruh yang nyata, maka kisah itu pun mleanjutkan kembali kisahnya dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.
Marilah kita renungkan lagi salah satu kisah yang dipaparkan oleh Al Quran, kisah tentang Nabi Musa dan Harun As.
قَالَ فَمَنْ رَبُّكُمَا يَا مُوسَى (49) قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى (50) قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُونِ الْأُولَى (51) قَالَ عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنْسَى (52)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّى (53) كُلُوا وَارْعَوْا أَنْعَامَكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِأُولِي النُّهَى (54) مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى (55) وَلَقَدْ أَرَيْنَاهُ آَيَاتِنَا كُلَّهَا فَكَذَّبَ وَأَبَى (56)
“Berkata Fir'aun: "Maka siapakah Tuhanmu berdua, Hai Musa? Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang Telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, Kemudian memberinya petunjuk. Berkata Fir'aun: "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?" Musa menjawab: "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa; Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) Itulah kami menjadikan kamu dan kepadanya kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain, Dan Sesungguhnya kami Telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-tanda kekuasaan kami semuanya Maka ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran).” (QS. Thaha : 49-56)
Perhatikan bagaimana Al Quran memotong kisahnya, agar terlihat dengan cerdas dan bijak masalah penting dibalik berpindahnya dialog antara firaun dan Nabi Musa, kepada dialog Allah dengan hamba-Nya, yang memperlihatkan nikmatnya yang besar dan peringatan akan balasan buruk atas keburukan, juga betapa keras dann dahsyatnya siksa Allah, sehingga kisah ini sarat dengan nuansa hidayah dan petunjuk, kemudian pendengar dialihkan kembali setelah itu, kepada tujuan besar kisah itu dipaparkan paada awalnya, hal itu kita lihat dari firman-Nya :
وَلَقَدْ أَرَيْنَاهُ آَيَاتِنَا كُلَّهَا فَكَذَّبَ وَأَبَى
“Dan Sesungguhnya kami Telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-tanda kekuasaan kami semuanya Maka ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran).” (QS. Thaha : 56)
Renungkan konsep tarbiyah seperti ini juga dalam kisah Ashabul Kahfi, bagaimana Al Quran dengan gaya bahasa tarbiyahnya yang penuh mukjizat pada awal kisah, dengan menyuratkan pelajaran sekilas yang mampu menggugah hati dari kelalaian, lalu Al Quran selipkan nasehat dengan gaya bahasa yang indah dan menarik, lalu setelah itu kembali kepada jalannya kisah.
Allah swt berfirman :
سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا (22) وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا (23) إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا (24) وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِئَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا (25)
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka. Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya Aku akan mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (QS. Al Kahfi : 22-25)
Kita baca surat Yusuf as yang mengkisahkan yusuf bersama saudara-saudaranya serta pembesar Mesir, sebuah kisah yang panjang, yang disusun untuk mengukuhkan kebenaran Al Quran sebagai firman Allah dan Rasulullah saw tidak berperan dalam penysusunannya, kita melihat banyak ayat yang memotong kisah-kisah itu, agar pembaca selalu sadar kembali pada pelajaran dan nasehat yang aada di dalam kisah, setelah ia tenggelam dalam lautan kisah yang mengasyikkan dan melenakan, lihat firman Allah swt ;

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (39) مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآَبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (40)
“ Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf : 39-40)
Lihatlah kembali firman Allah swt :
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ (55) وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (56) وَلَأَجْرُ الْآَخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (57) وَجَاءَ إِخْوَةُ يُوسُفَ فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ (58)
“Berkata Yusuf: "Jadikanlah Aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". Dan Demikianlah kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (Dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. kami melimpahkan rahmat kami kepada siapa yang kami kehendaki dan kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan Sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. Dan Saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir} lalu mereka masuk ke (tempat) nya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya.” .(QS. Yusuf : 55-58)
Sesungguhnya bahasa cerita yang dibalut dengan ruh ibrah dan mauidhah, dan diwarnai oleh kata-kata dan ungkapan petunjuk dari pengkisah kepada pendengar maupun pembaca, tanpa merusak, merancukan dan menghilangkan nilai seni kisah tersebut adalah metode tarbiyah yang berhasil, yang tidak kita dapatkan kecuali dalam kitab Allah swt.
Betapa banyak kita lihat kisah-kisah yang dibalut dengan bahasa pendidikan dan arahan, disebarkan kpada kebanyakan manusia dengan bahasa pengajaran dan penyadaran, namun seringkali kisah ini tidak memberikan hasil yang menggembirakan, karena pesan kisah dengan kronologi peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya mengalahkan makna ibrah dan arahan yang imaksud, para pembaca dan pendengar lebih bisa menikmati kronologi cerita dan peristiwa yang ada dalam kisah dan melalaikan ibrah ataupun intisari dari cerita.
Namun perlu kita ketahui, model pendidikan seperti ini tidak hanya kita lihat dalam kisah Al Quran saja, namun juga tema-tema lain yang disentuhh oleh Al Quran, Al Quran tidak akan membuat pembaca tenggelam dalam satu tema bahasan baikk itu hukum fiqh, aqidah, berita tentang yang ghaib, ataupun cerita tentang gambaran hari kiamat. Semua tema bahasan ini diredaksikan dengan bahasa arahan dan petunjuk, dan maksud Al Quran diturunkan akan menjadi nyata dan jelas dalam setiap tema bahasan tersebut, agar hati kita tidak lalai dari tujuan utama ini sekalipunn kita telah terbawa ke dalam pembahasan detail tema-tema yang kita lakukan.
Perhatikanlah firman Allah swt :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (185) وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (186) أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ
“Maka barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.” (QS. Al Baqarah : 185-187)
Kita melihat dalam ayat ini, bagaimana Allah swt menyelipkan ayat ini di antara ayat puasa dan hukum-hukum yang terkait dengannya, untuk mengikat hati manusia kepada inti ibadah kepada Allah, dan kepada prinsip dasar yang menjadi pokok dari cabang hukum-hukum detail yang bernaung di bawahnya.
Kita melihat juga dalam surat An Nisa, hukum washiyat, nikah, warisann dan lainnya ayat mauidhah dan isrsyad akan selalu terselipkan di dalamnya, bahkan gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa nasehat, bukan gaya bahasa ilmiah yang kaku.
Adalah sangat ironi, ketika kita menyaksikan sebagian para penggagas ilmu tarbiyah yang berwawasan luas, melupakan konsep tarbiyah Al Quran ini yang seharusnya mereka ketahui, kalau memang mereka termasuk orang-orang yang memilki peran besar dalam mengarahkan dan mengembangkan wawasan masayrakatnya, bahkan mereka malah sibuk melakukan kritik terhadap konsep tarbiyah Al Quran iini, dengan mengatakan : “Mengapa pembahasan Al Quran sangat rancu, tidak terstruktur dengan baik dalam pasal dan bab seperti buku-buku dan karangan yang lain ?”
Kita bertanya : “Apakah pengaruh tarbiyah dan nasehat yang kami bicarakan akan ada, seandainya kitab Al Quran ini tersusun seperti yang kalian inginkan, ada bab aqidah dengan dalil-dalilnya, ada bab hukum dan muamalat, ada bab kisah dan sejarah dan begitu seterusnya....?”
Setiap orang yang mendatangi Al Qurann dengan hanya memfokuskan pada bab hukum saja misalnya, maka ia akan lupa kepada Al Quran dan tujuan besarnya, kecuali pemabahasan hukum yang kering kerontang yang mengenyangkan pemahaman akal pemikiran semata, sebagaiman yang dilakukan oleh para ahli fiqqih, ketika mereka membahas masalah gadai misalnya, maka mereka akan lupakan Allah dan juga tujuan besar dibalik ilmu fiqih tersebut, bisa jadi para ahli fiqih itu jauh dari Allah pada saat itu, melebihi jauhnya orang-orang yang berdzikir di tengah keramaian pasar dan sentra bisnis.
Orang-orang yang mendatangi Al Quran dari sisi kisah dan sejarahnya, maka ia akan melupakan Al Quran, dirinnya dan tanggung jawabnya, karena ia telah tersedot perhatiannya pada bacaan dan yang ia dengar, yang berisi kronologi peristiwa dan kejadian-kejadian yang asing, dan tenggelam di dalamnya.
Al Quran dengan kissah, hukum, aqidah dan pembahasan-pembahasan lainnya tidaklah diturunkan kecuali karena satu tujuan, yakni agar manusia menjadi hamba Allah swt, dengan ketaatann maupun usaha, sebagaimana Allah ciptakan manusia dengan kekuasaan dan hak prerogratifnya. Tujuan besar ini tidak akan tercapai kecuali jika pembahasan-pembahasan di atas saling berkaitan dan saling melengkapi, dalam kendali semangat nasehat dan arahan.
Kalau kita renungkan lebih dalam, musibah ilmu pengetahuan dan segala wawasan yang diterima oleh anak kita di bangku sekolah mereka, ilmu dan wawasan mereka tidak membawa mereka kepada ketinggian dan kemuliaan pendidikan, sekalipun tujuan pertama dari pengembangan ilmu dan wawasan pengetahuan itu adalah demi pendidikan.
Tidak ada solusi yang mampu memecahkan masalah ini, selain dengan mengkoreksi penyusunan aneka ilmu pengetahuan dan wawasan itu, dan dituilis ulang dengan konsep Quraniy sebagaiamana yang telah kami paparkan di muka, sehingga ada semangat pendidikan dan perbaikan akhlak di dalamnya. Dengan konsep seperti ini maka ilmu pengetahuan dan wawasan keilmuan semuanya bersatu dan bertemu dalam tujuan pokok pendidikan yang menjadi tujuan awal dari pengajaran ilmu pengetahuan dan wawasan itu sendiri.

rahasia KITAB LAUHUL MAHFUDZ

Sejauh ini, kita telah menyaksikan kesimpulan ilmu pengetahuan tentang alam semesta dan asal-usul makhluk hidup. Kesimpulan ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta dan kehidupan itu sendiri diciptakan dengan menggunakan cetak biru informasi yang telah ada sebelumnya.

Kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan modern ini sungguh sangat bersesuaian dengan fakta tersembunyi yang tercantum dalam Alquran sekitar 14 abad yang lalu. Dalam Alquran, Kitab yang diturunkan kepada manusia sebagai Petunjuk, Allah menyatakan bahwa Lauhul Mahfuzh (Kitab yang terpelihara) telah ada sebelum penciptaan jagat raya. Selain itu, Lauhul Mahfuzh juga berisi informasi yang menjelaskan seluruh penciptaan dan peristiwa di alam semesta.

Lauhul Mahfuzh berarti “terpelihara” (mahfuzh), jadi segala sesuatu yang tertulis di dalamnya tidak berubah atau rusak. Dalam Alquran, ini disebut sebagai “Ummul Kitaab” (Induk Kitab), “Kitaabun Hafiidz” (Kitab Yang Memelihara atau Mencatat), “Kitaabun Maknuun” (Kitab Yang Terpelihara) atau sebagai Kitab saja. Lauhul Mahfuzh juga disebut sebagai Kitaabun Min Qabli (Kitab Ketetapan) karena mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang akan dialami umat manusia.

Dalam banyak ayat, Allah menyatakan tentang sifat-sifat Lauhul Mahfuzh. Sifat yang pertama adalah bahwa tidak ada yang tertinggal atau terlupakan dari kitab ini:

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kcuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daupun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (QS. Al An'aam, 6:59)

Sebuah ayat menyatakan bahwa seluruh kehidupan di dunia ini tercatat dalam Lauhul Mahfuzh:

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS. Al An'aam, 6:38)

Di ayat yang lain, dinyatakan bahwa “di bumi ataupun di langit”, di keseluruhan alam semesta, semua makhluk dan benda, termasuk benda sebesar zarrah (atom) sekalipun, diketahui oleh Allah dan tercatat dalam Lauhul Mahfuzh:

Kami tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun seeasr zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebi besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (QS. Yunus, 10:61)

Segala informasi tentang umat manusia ada dalam Lauhul Mahfuzh, dan ini meliputi kode genetis dari semua manusia dan nasib mereka:

(Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir: “Ini adalah suatu yang amat ajaib”. Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi)?, itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kamipun ada kitab yang memelihara (mencatat). (QS. Qaaf, 50:2-4)

Ayat berikut ini menyatakan bahwa kalimat Allah di dalam Lauhul Mahfuzh tidak akan ada habisnya, dan hal ini dijelaskan melalui perumpamaan:

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Luqman, 31:27)

Fakta-fakta yang telah kami paparkan dalam tulisan ini membuktikan sekali lagi bahwa berbagai penemuan ilmiah modern menegaskan apa yang diajarkan agama kepada umat manusia. Keyakinan buta kaum materialis yang telah dipaksakan ke dalam ilmu pengetahuan ternyata malah ditolak oleh ilmu pengetahuan itu sendiri.

Sejumlah kesimpulan ilmu pengetahuan modern tentang “informasi” berperan untuk membuktikan secara obyektif siapakah yang benar dalam perseteruan yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Perselisihan ini telah terjadi antara paham materialis dan agama.
Pemikiran materialis menyatakan bahwa materi tidak memiliki permulaan dan tidak ada sesuatu pun yang ada sebelum materi. Sebaliknya, agama menyatakan bahwa Tuhan ada sebelum keberadaan materi, dan bahwa materi diciptakan dan diatur berdasarkan ilmu Allah yang tak terbatas.

Fakta bahwa kebenaran ini, yang telah diajarkan oleh agama-agama wahyu – seperti Yahudi, Nasrani dan Islam – sejak permulaan sejarah, telah dibuktikan oleh berbagai penemuan ilmiah, merupakan petunjuk bagi masa berakhirnya atheis yang sebentar lagi tiba. Umat manusia semakin mendekat pada pemahaman bahwa Allah benar-benar ada dan Dialah yang “Maha Mengetahui.” Hal ini sebagaimana pernyataan Alquran kepada umat manusia dalam ayat berikut:

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauhul Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (QS. Al Hajj, 22:70)

KEAJAIBAN AL QURAN

"Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup." (Q.S. Al Anbiya:30)


Dalam kitab-kitab tafsir klasik, ayat tadi diartikan bahwa tanpa air semua akan mati kehausan. Tetapi di Jepang, Dr. Masaru Em oto dari Universitas Yokohama dengan tekun melakukan penelitian tentang perilaku air.

Air murni dari mata air di Pulau Honshu didoakan secara agama Shinto, lalu didinginkan sampai -5oC di laboratorium, lantas difoto dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Ternyata molekul air membentuk kristal segi enam yang indah. Percobaan diulangi dengan membacakan kata, "Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)" di depan botol air tadi. Kristal kembali membentuk sangat indah. Lalu dicoba dengan menghadapkan tulisan huruf Jepang, "Arigato". Kristal membentuk dengan keindahan yang sama. Selanjutnya ditunjukkan kata "setan", kristal berbentuk buruk. Diputarkan musik Symphony Mozart, kristal muncul berbentuk bunga. Ketika musik heavy metal diperdengarkan, kristal hancur.

Ketika 500 orang berkonsentrasi memusatkan pesan "peace" di depan sebotol air, kristal air tadi mengembang bercabang-cabang dengan indahnya. Dan ketika dicoba dibacakan doa Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan. Subhanallah.

Dr. Emoto akhirnya berkeliling dunia melakukan percobaan dengan air di Swiss, Berlin, Prancis, Palestina, dan ia kemudian diundang ke Markas Besar PBB di New York untuk mempresentasikan temuannya pada bulan Maret 2005 lalu. Ternyata air bisa "mendengar" kata-kata, bisa "membaca" tulisan, dan bisa "mengerti" pesan. Dalam bukunya The Hidden Message in Water, Dr. Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk.

Semakin kuat konsentrasi pemberi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air. Air bisa mentransfer pesan tadi melalui molekul air yang lain. Barangkali temuan ini bisa menjelaskan, kenapa air putih yang didoakan bisa menyembuhkan si sakit. Dulu ini kita anggap musyrik, atau paling sedikit kita anggap sekadar sugesti, tetapi ternyata molekul air itu menangkap pesan doa kesembuhan, menyimpannya, lalu vibrasinya merambat kepada molekul air lain yang ada di tubuh si sakit.

Tubuh manusia memang 75% terdiri atas air. Otak 74,5% air. Darah 82% air. Tulang yang keras pun mengandung 22% air. Air putih galon di rumah, bisa setiap hari didoakan dengan khusyu kepada Allah, agar anak yang meminumnya saleh, sehat, dan cerdas, dan agar suami yang meminum tetap setia. Air tadi akan berproses di tubuh meneruskan pesan kepada air di otak dan pembuluh darah. Dengan izin Allah, pesan tadi akan dilaksanakan tubuh tanpa kita sadari. Bila air minum di suatu kota didoakan dengan serius untuk kesalehan, insya Allah semua penduduk yang meminumnya akan menjadi baik dan tidak beringas.

Rasulullah saw. bersabda, "Zamzam lima syuriba lahu", "Air zamzam akan melaksanakan pesan dan niat yang meminumnya". Barangsiapa minum supaya kenyang, dia akan kenyang. Barangsiapa minum untuk menyembuhkan sakit, dia akan sembuh. Subhanallah ... Pantaslah air zamzam begitu berkhasiat karena dia menyimpan pesan doa jutaan manusia selama ribuan tahun sejak Nabi Ibrahim a.s.

Bila kita renungkan berpuluh ayat Al Quran tentang air, kita akan tersentak bahwa Allah rupanya selalu menarik perhatian kita kepada air.

Bahwa air tidak sekadar benda mati. Dia menyimpan kekuatan, daya rekam, daya penyembuh, dan sifat-sifat aneh lagi yang menunggu disingkap manusia. Islam adalah agama yang paling melekat dengan air. Shalat wajib perlu air wudlu 5 kali sehari. Habis bercampur, suami istri wajib mandi. Mati pun wajib dimandikan. Tidak ada agama lain yang menyuruh memandikan jenazah, malahan ada yang dibakar. Tetapi kita belum melakukan zikir air. Kita masih perlakukan air tanpa respek. Kita buang secara mubazir, bahkan kita cemari. Astaghfirullah.

Seorang ilmuwan Jepang telah merintis. Ilmuwan muslim harus melanjutkan kajian kehidupan ini berdasarkan Al Quran dan hadis.

Wallahu a'lam ..

SESAT menurut ISLAM

Kata “Sesat” di dalam Al-Qur’an  berasal dari akar kata “Dhalalah”. Kata  Dhalalah dengan segala bentuk katanya di dalam Al-Qu’an disebutkan kurang-lebih 193 kali. Bermacam-macam sifat dan prilaku manusia oleh Al-Qur’an dinyatakan sebagai orang-orang yang sesat, antara lain:
1. Orang-orang kafir dalam segala bentuknya, harbi atau dzimmi.
2. Orang-orang musyrik dalam segala tingkatannya.
3. Orang-orang munafik dalam segala bentuknya.
4. Orang-orang zalim dalam tingkatan dan bentuknya, terhadap orang lain atau dirinya sendiri.
5. Orang-orang yang berbuat dosa dan maksiat, dalam segala tingkatannya.
6. Orang-orang yang suka hidup mewah dan berlebihan.
7. Orang-orang yang tidak peduli terhadap kebenaran.
8. Sifat-sifat dan prilaku lain yang tidak disukai oleh Allah swt.
 Orang yang berlebihan dan peragu, Allah swt berfirman:
“Demikian Allah menyesatkan orang-orang yang berlebihan dan ragu-ragu.” (Al-Mu’min: 34)
Orang-orang yang berdosa digolongkan pada mereka yang menzalimi diri sendiri. Allah swt berfirman: “Sekiranya mereka ketika menzalimi diri mereka datang kepadamu (Muhammad), lalu mereka memohon ampun kepada Allah dan Rasulpun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka dapati Allah Maha Menerima taubat dan Maha Menyayangi.” An-Nisa’: 64)
Tentang mereka yang tidak peduli terhadap kebenaran:
“Mereka punya hati tapi tidak paham tentangnya, mereka punya mata tapi tidak melihatnya, mereka punya pendengaran tapi tidak mendengarnya, mereka itu seperti binatang bahkan lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf: 179).
Tentang orang-orang yang zalim, Allah swt berfirman:
“Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya.” (Ibrahim: 27)
“Mereka telah menyesatkan orang banyak, dan janganlah Engkau tambahkan pada orang-orang yang zalim itu kecuali kesesatan.” (Nuh: 24)
Tentang orang-orang zalim yang paling bahaya
“Tunjuki kami ke jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Engkau karuniai nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan juga (jalan) mereka yang sesat.” Al-Fatihah: 6-7). Dalam banyak hadis disebutkan bahwa yang dimaksudkan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat adalah Yahudi dan Nashrani. Dalam kontek sekarang, menurut pemahaman saya adalah Amerika dan Zionis. Dan ayat ini kita baca setiap hari dalam shalat-shalat kita.
Itulah sebagian dari sifat dan prilaku manusia yang disesatkan oleh Al-Qur’an. Jika Anda ingin mengetahui lebih detail, bukalah Mu’jam Al-Qur’an, dan cari kata “Dhalla”.
Jika sifat dan prilaku itu yang disesatkan oleh Al-Qu’an, bukankah kita termasuk orang yang sesat? Dan  hampir semua manusia disesatkan oleh Al-Qu’an, kecuali para kekasih Allah swt yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Siapakah di antara kita yang merasa tidak berdosa? Yang tahu dirinya sendirinya, itu kalau dosa pribadi. Tapi, jika dosa-dosa itu menyengsarakan kehidupan orang banyak, baik yang sudah dipublikasikan oleh media maupun yang belum, tentu dosa itu adalah dosa yang lebih besar bahkan paling besar dan paling dimurkai oleh Allah swt.
Jika kita termasuk orang-orang yang melakukan dosa-dosa yang menyengsarakan ratusan juta manusia, yang di dalamnya kebanyakan rakyat kecil dan orang-orang lemah, yang dicintai oleh Rasulullah saw, tentunya kita sadar diri. Jika itu prilaku kita sehari-hari, mengapa kita meriakkan kesesatan orang lain? Bahkan dipublikasikan. Padahal kalau kita lihat dari dampaknya secara kwalitas dan kwantitas, prilaku kita lebih sesat dari orang yang disesatkan.
Kita sering menyesatkan orang lain hanya karena beda paham dan pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits. Beda mazhab dan golongan. Semua mazhab dalam Islam menjadikan Al-Qur’an dan hadis sebagai rujukan utama. Baik itu mazhab akidah, Ahlussunah atau Syiah, Wahabi atau Khawarij, Mu’tazilah atau Murji’ah, Salafi atau yang lain. Maupun mazahab Fiqih, Syafi’i atau Maliki, Hambali atau Hanafi, atau mazhab-mazhab baru lainnya yang tidak mengatasnamakan mazhab. Mereka semua merujuk pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Mengapa kita harus saling menyesatkan hanya karena beda paham dan pemahaman.
Jika ini yang terjadi dalam tubuh ummat Islam, sampai kapan pun tujuan utama Islam tidak akan tercapai, bahkan akan dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam dan ummatnya. Bisa jadi sudah dimanfaatkan? Yang berjuang jangan menyombongkan diri dan menyesatkan orang lain,  karena itu bukan ridha Allah swt yang akan didapatkan, tetapi sebaiknya murka Allah dan Rasul-Nya. Na’udzubillah min dzalik.
Marilah kita hentikan sikap sesat-menyesatkan, malu pada diri sendiri, malu kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalaupun ada sekelompok saudara kita seperti Al-Qiyadah Al-Islamiyah, kita ajak dialog dari hati ke hati, kita anggap keluarga besar kita, kesulitan mereka kesulitan kita, kesengsaraan mereka kesengsaraan kita, dan kebahagiaan mereka kebahagian kita bersama. Bukankah kesuksesan missi Rasulullah saw  dengan cara ini, dan beliau menyampaikannya dengan mau’izhan dan hikmah.
Teristimewa bagi MUI dan Pejabat Negara. Bukankah MUI sebagai orang tua kita dalam missi Rasulullah saw, dan Pejabat Negara sebagai orang tua kita dalam missi Ketuhanan? Jika antara orang tua dan anak saling mencaki-maki, sesat menyesatkan. Apa jadinya negeri ini? Musibah ke musibah yang lain belum teratasi di negeri ini, ditambah lagi caci-maki dan saling menyesatkan antara anak dan orang tua. Saya khawatir musibah di negeri ini bukannya teratasi, bahkan diperbesar oleh Allah swt karena akibat prilaku dan perbuatan kita. Hal ini sudah terjadi di zaman terdahulu dan dilestarikan di dalam Al-Qur’an, seperti kaum negeri Saba’.
Wahai Bapak-bapak kami, di pundakmu beban yang berat, yang pasti dimintai pertangan jawab di hadapan Allah dan Rasul-Nya. Kami semua anak-anakmu kelak pasti  menyaksikanmu dan menjadi saksi di Mahkamah Ilahi. Betapa malunya kita di hadapan Mahkamah Ilahi saat Allah swt membuka semua aib dan dosa kita yang tak terampuni. Saat itu jelas kita mempermalukan Rasulullah saw di hadapan Allah dan para Malaikat-Nya, Nabi-nabi terdahulu dan ummatnya. Marilah kita renungkan bersama prilaku kita, renungkan sikap dan prilaku kita menjelang tidur sebagai lambang kematian.
Wahai saudara-saudaraku, hentikan segera sikap saling menyesatkan di antara kita, hanya karena beda paham dan pandangan. Biarlah sikap “Menyesatkan” itu hak prerogatif Allah dan Rasul-Nya, bukan hak kita. Al-Qur’an dan Al-Hadits bagaikan samudra ilmu, yang akan mengalir ke dalam pikiran dan hati kita jernih dan bersih. Mari kita kaji Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan pikiran yang jernih dan hati yang bersih. Semoga Allah swt mengalirkan mata air kecemerlangan ke dalam kehidupan kita, agar negeri ini segera mendapat perlindungan Allah swt dari segala musibah yang kita takutkan, dan petolongan-Nya dari segala kesulitan ekonomi. Amin Ya Rabbal ‘alamin.
Wahai saudaraku, mari kita baca munajat yang diajarkan oleh Rasulullah saw kepada keluarganya, dan dikumandangkan oleh cucunya Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) di zamannya, zaman kezaliman, berikut ini munajatnya:
 Ya Allah, sungguh kezaliman hamba-hamba-Mu telah tegak di negeri-Mu, sehingga keadilan dimatikan, jalan-jalan diputuskan kebenaran dihapuskan, kejujuran disia-siakan kebajikan disembunyikan, keburukan ditampakkan ketakwaan direndahkan, petunjuk dihilangkan kebaikan dimusnahkan, keburukan ditegakkan kerusakan dikembangkan, kekufuran dikuatkan kezaliman dipenuhi, perubahan dimusuhi Ya Allah, Tuhanku Tidak ada yang dapat melepaskan kami dari semuanya kecuali kekuasaan-Mu Tidak ada yang dapat melindungi kami dari semuanya kecuali anugrah-Mu Ya Allah, maka hancurkan kezaliman. Putuskan belenggu penindasan. Hancurkan pusat kemungkaran. Muliakan orang yang menghindari kezaliman. Cabikkan akar-akar para pelaku kesewenang-wenangan. Tutupkan kepada mereka kekurangan setelah mereka berlebihan. Ya Allah, segerakan kepada mereka kebinasaan. Porak-porandakan mereka dengan perpecahan. Turunkan kepada mereka hukuman. Ambil nyawa kemungkaran. Sehingga tenanglah orang yang ketakutan. Tenteramlah orang yang kesulitan. Kenyanglah orang yang lapar. Dipelihara orang yang terlantar. Dilindungi orang yang terusir. Dikembalikan orang yang terbuang. Supaya orang fakir dikayakan. Orang yang meminta perlindungan dilindungi. Orang besar dihormati, orang kecil disayangi. Orang teraniaya dimuliakan, orang zalim dihinakan. Orang kesusahan dibahagiakan. Supaya lepaslah segala derita, dan hilanglah segala nistapa Matilah pertikaian dan hiduplah kasih sayang Pengetahuan menjulang tinggi dan perdamaian menyebar luas Perpecahan disatukan dan ketenangan dikokohkan Iman dikuatkan dan Al-Qur’an dibacakan Sungguh, Engkaulah Maha Pembalas, Pemberi nikmat, Penabur karunia. (Manhaj Ad-Da’awat: 263)

AKIBAT MAKSIAT

1. Janganlah memandang kecil kesalahan tetapi pandanglah kepada siapa yg kamu durhakai.
2. Perbuatan dosa mengakibatkan sial terhadap orang yg bukan pelakunya. Kalau dia mencelanya maka bisa terkena ujian . Kalau menggunjingnya dia berdosa dan kalau dia menyetujuinya maka seolah-olah dia ikut melakukannya. {HR.
Ad-Dailami}
3. Demi yg jiwaku dalam genggamanNya. Tiada dua orang saling mengasihi lalu bertengkar dan berpisah kecuali krn akibat dosa yg dilakukan oleh salah seorang dari keduanya.
4. Celaka orang yg banyak zikrullah dgn lidahnya tapi bermaksiat terhadap Allah dgn perbuatannya.
5. Barangsiapa mencari pujian manusia dgn bermaksiat terhadap Allah maka orang-orang yg memujinya akan berbalik mencelanya.
6. Tiada sesuatu yg dapat menolak takdir kecuali doa dan tiada yg dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yg diperbuatnya.
7. Tiada seorang hamba ditimpa musibah baik di atasnya maupun di bawahnya melainkan sebagai akibat dosanya. Sebenarnya Allah telah memaafkan banyak dosa-dosanya. Lalu Rasulullah membacakan ayat 30 dari surat Asy Syuura yg berbunyi : Dan apa saja musibah yg menimpa kamu maka adl disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar {dari kesalahan-kesalahanmu}.
8. Apabila suatu kesalahan diperbuat di muka bumi maka orang yg melihatnya dan tidak menyukainya seolah-olah tidak hadir di tempat dan orang yg tidak melihat terjadinya perbuatan tersebut tapi rela maka seolah-olah dia melihatnya. {HR.
Abu Dawud}
9. Barangsiapa meninggalkan maksiat terhadap Allah krn takut kepada Allah maka ia akan memperoleh keridhoan Allah.
10. Jangan mengkafirkan orang yg shalat krn perbuatan dosanya meskipun mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa.
11. Jangan menyiksa dgn siksaan Allah . {HR.
Tirmidzi dan Al-Baihaqi}
1
2. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka dipercepat tindakan hukuman atas dosanya dan jika Allah menghendaki bagi hambanya keburukan maka disimpan dosanya sampai dia harus menebusnya pada hari kiamat.
1
3. Apabila kamu menyaksikan pemberian Allah dari materi dunia atas perbuatan dosa menurut kehendakNya maka sesungguhnya itu adl uluran waktu dan penangguhan tempo belaka. Kemudian Rasulullah Saw membaca firman Allah Swt dalam surat Al An’am ayat 44 : Maka tatkala mereka melupakan peringatan yg telah diberikan kepada mereka Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan utk mereka sehingga apabila mereka bergembira dgn apa yg telah diberikan kepada mereka Kami siksa mereka dgn sekonyong-konyong maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.
1
4. Sayyidina Ali Ra berkata: Rasulullah menyuruh kami bila berjumpa dgn ahli maksiat agar kami berwajah masam.
1
5. Bagaimana kamu apabila dilanda lima perkara? Kalau aku aku berlindung kepada Allah agar tidak menimpa kamu atau kamu mengalaminya. Jika perbuatan mesum dalam suatu kaum sudah dilakukan terang-terangan maka akan timbul wabah dan penyakit-penyakit yg belum pernah menimpa orang-orang terdahulu. Jika suatu kaum menolak mengeluarkan zakat maka Allah akan menghentikan turunnya hujan. Kalau bukan krn binatang-binatang ternak tentu hujan tidak akan diturunkan sama sekali. Jika suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan maka Allah akan menimpakan paceklik beberapa waktu kesulitan pangan dan kezaliman penguasa. Jika penguasa-penguasa mereka melaksanakan hukum yg bukan dari Allah maka Allah akan menguasakan musuh-musuh mereka utk memerintah dan merampas harta kekayaan mereka. Jika mereka menyia-nyiakan Kitabullah dan sunah Nabi maka Allah menjadikan permusuhan di antara mereka. {HR. Ahmad dan Ibnu Majah}
1
6. Tiada seorang berzina selagi dia mukmin tiada seorang mencuri selagi dia mukmin dan tiada seorang minum khamar pada saat minum dia mukmin.
Penjelasan: Ketika seorang berzina mencuri dan minum khamar maka pada saat itu dia bukan seorang mukmin.
1
7. Aku beritahukan yang terbesar dari dosa-dosa besar. {Rasulullah Saw mengulangnya hingga tiga kali}. Pertama mempersekutukan Allah. Kedua durhaka terhadap orang tua dan ketiga bersaksi palsu atau berucap palsu. {Ketika itu beliau sedang berbaring kemudian duduk dan mengulangi ucapannya tiga kali sedang kami mengharap beliau berhenti mengucapkannya}.
1
8. Rasulullah Saw melaknat orang yg mengambil riba yg menjalani riba dan kedua orang saksi mereka. Beliau bersabda: Mereka semua sama .
1
9. Ada empat kelompok orang yg pada pagi dan petang hari dimurkai Allah. Para sahabat lalu bertanya Siapakah mereka itu ya Rasulullah? Beliau lalu menjawab Laki-laki yang menyerupai perempuan perempuan yg menyerupai laki-laki orang yg menyetubuhi hewan dan orang-orang yg homoseks.
20. Tiap minuman yg memabukkan adl haram .
21. Allah menyukai keringanan-keringanan perintahNya dilaksanakan sebagaimana Dia membenci dilanggarnya laranganNya.
2
2. Ada tiga jenis orang yg diharamkan Allah masuk surga yaitu pemabuk berat pendurhaka terhadap kedua orang tua dan orang yg merelakan kejahatan berlaku dalam keluarganya {artinya merelakan isteri atau anak perempuannya berbuat serong atau zina}.
Sumber: 1100 Hadits Terpilih - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press